Berpikir Panjang...

Dalam dunia perbankan, ada sebuah wisdom yang jangan coba dilanggar, atau perusahaan kita bisa mengalami masalah serius menjurus bangkrut. Yaitu: jangan pernah menggunakan pinjaman jangka pendek untuk membiayai investasi jangka panjang. Karena itu nggak matching. Kita ingin membangun pabrik, tidak punya uangnya, lantas pinjam ke bank, hanya dikasih jangka waktu setahun. Itu berbahaya jika tetap digunakan. Pabriknya bahkan belum jadi setahun, uangnya sudah harus dikembalikan. Nah, berbeda kasus jika pinjamannya jangka panjang, obligasi sepuluh tahun misalnya. Pabriknya sudah beroperasi, sudah menghasilkan, uangnya bisa dikembalikan. Tidak masalah.

Sebenarnya, dalam hidup kita, wisdom serupa ini berserakan di mana-mana, tidak hanya di text book manajamen keuangan. Apa yang sedang kita lakukan? Apa yang ingin kita lakukan? Mau kemana? Mau ngapain? Selalu saja dalam kaca mata waktu konteksnya dua, jangka panjang, atau jangka pendek.

Pendidikan misalnya, orang2 yang terbiasa berpikir pendek, hanya menerjemahkannya dengan ijasah, lulus, dapat kerja. Tapi orang2 yang berpikir panjang, menganggap pendidikan adalah proses tiada henti memperoleh ilmu yang bermanfaat. Never ending story. Pekerjaan contoh berikutnya, orang2 yang terbiasa berpikir pendek, maka hanya naksir gaji dan materi, tapi orang2 yang berpikir panjang, menilai pekerjaan sebagai profesi jangka panjang yang memberikan kebahagiaan. Itu benar, siapa sih yang tidak mau jalan pintas? Pasti mau semua. Tapi jangan lupakan sisi jangka panjangnya. Boleh jadi, jalan pintas yang kita ambil, menguntungkan di momen2 sekarang, tapi seiring waktu berlalu, kita sebenarnya semakin rugi, kehilangan daya saing, bahkan benar2 tertinggal jauh, hanya bisa menonton tidak bisa melakukan apapun lagi.

Berpikir panjang juga memberikan pemahaman baik atas situasi tertentu. Hei, kita boleh saja hepi sekarang, senang melakukan sesuatu yang melenakan, seolah bahagia benar, tapi jangka panjang kita rugi sendiri. Hei, kita boleh saja merasa lebih keren sekarang, menganggap orang lain kuper, nggak gaul, tertawa bahak, tapi jangka panjang, boleh jadi kitalah yang terdiam, ditertawakan banyak orang.

Maka, sungguh penting sekali memikirkan apakah kita sedang mengurus keperluan jangka panjang kita, atau hanya fokus pada hal2 bersifat temporer. Sekali kita yakin bahwa itu bermanfaat untuk masa depan kita, maka jangan pedulikan lagi omongan orang lain, pun termasuk bisik sesat dan ragu2 dari diri sendiri. Kitalah yang tahu persis isi hati kita, bukan? Termasuk rencana2 kita? Buahnya, insya Allah, akan kita petik kelak, sepanjang tekun dan bersabar.

Berpikir pendek, berpikir jangka panjang ini, dalam sebuah pribahasa klasik pernah ditulis dengan sangat baik sbb: jika rencana kita hanya hitungan bulan, cukup tanam saja padi. Jika rencana kita hitungan puluhan tahun, maka mulailah menanam pohon. Tapi sungguh, jika rencana kita adalah ratusan tahun, maka mulailah memberikan pendidikan yang baik bagi siapapun, termasuk bagi diri sendiri.

Maka semoga kita tidak termasuk golongan orang2 yang tertipu oleh indahnya godaan kepentingan/kesenangan sesaat. Lupa janji masa depan yang lebih lama, awet dan tidak bisa diulang lagi.


Sumber: Tere Liye

Comments

Popular posts from this blog

Ibu

Profil Feronika Ang (Masterchef Indonesia)

PCM (Pulse Code Multiplexing)